Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, menegaskan bahwa industri spa di Bali tidak akan terdampak kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen hingga maksimal 75 persen dari sebelumnya 15 persen.
Sandiaga mengatakan, industri spa di Bali dipastikan aman dari beban pajak tersebut karena tergolong sebagai kategori kebugaran atau kesehatan (wellness), bukan hiburan.
“Jangan khawatir. Itu yang disampaikan oleh Pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali) bahwa spa tetap akan berbasis budaya dan kearifan lokal. Tentunya tidak akan dimasukkan ke pajak hiburan yang menjadi pembahasan,” tegas Sandi dalam temu media ‘The Weekly Brief with Sandi Uno’ di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Lebih lanjut, Sandi menegaskan bahwa tidak ada satupun peraturan pemerintah, baik pusat dan daerah, yang mengklasifikasikan spa sebagai jenis usaha hiburan. Maka dari itu, ia menyebut kenaikan pajak hiburan ini perlu sosialisasi lebih lanjut.
“Pajak hiburan ini perlu kita sosialisasikan, [pajak hiburan] tidak akan mematikan, apalagi industri spa. Industri spa di Bali itu adalah bagian daripada wellness, bukan hiburan,” ujar Sandi.
“Jadi ke spa itu bukan untuk dapat hiburan, tapi ini mereka mendapatkan kebugaran dari rempah-rempah dan minyak-minyak yang diproduksi dengan kearifan budaya lokal setempat,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, turut menegaskan bahwa spa masuk ke dalam kategori wellness. Terlebih, hal ini sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
“Spa sendiri sudah diakomodir dalam UU 10 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi, aroma, pijat, rempah-rempah yang tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia,” tegas Tjok.
Sebagai informasi pelengkap, UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 14 Ayat (1) huruf (m) menegaskan bahwa “usaha spa” adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
Dalam tanggapannya, Tjok menyebut bahwa industri spa Bali adalah kearifan lokal yang erat dengan nilai budaya. Ia khawatir nilai atau kearifan lokal yang ada di dalam spa Bali justru pudar karena salah kaprah dalam menentukan kategori pungutan pajak.
Sebelumnya, para pelaku usaha spa di Bali mengeluhkan kenaikan pajak hiburan yang sebelumnya hanya 15 persen menjadi 40 persen.
Keluhan ini muncul setelah sejumlah elemen pariwisata mempermasalahkan pungutan pajak hiburan dan kesenian sebesar 40 persen pada 2024. Aturan ini merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Spa adalah satu industri yang masuk ke dalam kategori jenis pajak kesenian dan hiburan. Berdasarkan aturan tersebut, pajak hiburan masuk dalam klasifikasi objek pajak jasa dan barang tertentu (PBJT) bersama pajak jasa perhotelan, makanan-minuman, listrik, dan parkir. Aturan itu tercantum pada Pasal 50 tentang PBJT dalam Undang-Undang HKPD.
Terdapat 12 item objek pajak khusus terkait pajak hiburan dan kesenian., yakni pergelaran seni, kontes kecantikan, binaraga, pameran, tontonan film, rekreasi wahana air sampai kebun binatang, panti pijat, tempat karaoke, klub malam, bar, diskotik, termasuk mandi uap/spa.
Ketua PHRI Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati menyatakan bakal menggugat UU Nomor 1 Tahun 2022 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, UU yang mengatur kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PJBT) dari 15 persen menjadi 40 persen dan maksimal 75 persen itu memberatkan pengusaha spa di Bali.
“Kami sudah memerintahkan agar mengadakan FGD (forum group discussion) dan judicial review ke MK untuk tidak memasukkan Bali Wellness Spa di Bali ini ke dalam kelompok (kategori) hiburan,” kata Cok Ace, dikutip dari detikbali.
Cok Ace mengungkapkan, PHRI Bali sudah mengumpulkan kajian untuk membuktikan bahwa usaha spa di Bali tidak masuk kategori hiburan. Ia mengatakan, hasil kajian itu juga sudah diserahkan ke Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan akan diteruskan kepada Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Mahendra Jaya. https://belahsamping.com/