Windhu Purnomo: Masih Banyak Ortu Yang Nolak Imunisasi
RM.id Rakyat Merdeka – Indonesia telah ditetapkan sebagai negara bebas polio atau eradikasi polio sejak 27 Maret 2014. Ini diyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).
Selang sembilan tahun (sejak 2014 hingga 2023), wabah polio ternyata kembali muncul di Indonesia. Pada Desember 2023, muncul di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, kemudian di Kabupaten Pidie, Aceh. Lalu, di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Kemunculan virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus dan menyebabkan lumpu layu itu bikin geger masyarakat. Bahkan, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, ikut mengomentari.
Menurutnya, jangan karena sudah memegang sertifikat bebas polio sejak 2014, sehingga terlena dan tidak mawas diri.
Salah satu indikator kelengahan penurunan cakupan imunisasi polio bagi balita, pada 2020, cakupan vaksinasi OPV mencapai 86,8 persen, kemudian menurun pada 2021 menjadi 80,2 persen. Bahkan, beberapa daerah cakupan vaksinasinya kurang dari 50 persen sejak 2020.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengakui, penyebab munculnya virus polio karena cakupan imunisasi yang kurang maksimal. “Cakupan imunisasi polio tidak sesuai target dan tidak diberikan sesuai waktu,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi, Pemerintah sedang meningkatkan Sub Pekan Imunisasi Nasional (Sub PIN).
Sementara epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menganggap, munculnya kasus polio ini mengindikasikan Pemerintah sudah kebobolan. “Karena wabah polio ini sudah menyebar. Dan program imunisasi dasar lengkap itu sudah menjadi program Pemerintah,” terangnya.
Apakah munculnya kasus polio ini murni karena cakupan imunisasi yang berkurang atau karena ada faktor lain? Berikut wawancara dengan Windhu Purnomo:
Kenapa kasus polio muncul lagi di Indonesia. Apa faktor penyebabnya?
Yang paling jelas, penyebabnya perilaku masyarakat kita.
Seperti apa? Bisa Anda jelaskan?
Kasus polio ini muncul di daerah-daerah yang kita tahu perilaku masyarakatnya memang dalam hal kesehatan kurang bagus. BAB sembarangan. Kita tahu, polio ini ditularkan melalui tinja.
Faktor lain, cakupan imunikasi polio kurang maksimal. Di Aceh dan Madura itu cakupan imunisasinya memang rendah dan masih banyak orang tua yang nggak mau anaknya diimunisasi. Alasannya, karena anti vaksinasi, dan itu banyak juga jumlahnya.
Menurut Anda, salah satu penyebab polio adalah imunisasi yang tidak maksimal?
Bisa dibilang begitu. Meskipun Indonesia sudah eradikasi, harusnya vaksinasi atau imunisasi polio dijalankan simultan kepada setiap anak yang berusia satu hingga tujuh tahun untuk mendapatkan vaksin polio.
Saat ini, cakupan imunisasi di beberapa daerah itu tidak bagus. Kurang dari 95 persen. Harusnya untuk bisa mempertahankan eradikasi itu, cakupannya harus merata, minimal harus 95 persen.
Karena sudah menyebar ke beberapa daerah, apakah bisa disebut Pemerintah sudah kebobolan?
Iya, Pemerintah sudah kebobolan, karena wabah polio sudah menyebar. Dan program imunisasi dasar lengkap itu sudah menjadi program Pemerintah.
Apa yang mesti dilakukan Pemerintah?
Polio ini bisa ditanggulangi atau dicegah dengan imunisasi dasar lengkap. Berikutnya, Pemerintah juga memberikan edukasi dan informasi mengenai pentingnya vaksinasi atau imunisasi.
Saat ini, banyak orang tua yang tidak mau vaksin, kalaupun divaksin itu harus dipaksa-paksa.
Anjuran Anda kepada masyarakat, terutama di daerah rawan polio?
Jangan BAB sembarangan, karena polio ini ditularkan melalui tinja. Orang tua harus mau anaknya divaksinasi.
Jika trennya terus bertambah, apakah akan bertambah lagi kasusnya?
Bisa saja nambah, jika vaksinasi tidak berhasil mencapai target. Makanya, harus memenuhi target 95 persen vaksinasi. Sebab, jika tidak memenuhi 95 persen, bisa terjadi lagi. https://buerinas.com/