NANASAPEL.com Rakyat Merdeka – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengirim surat peringatan kepada Online Travel Agent (OTA) asing agar mengikuti aturan di Indonesia terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Apalagi, OTA asing ini diduga selama ini ‘ngemplang’ alias tidak bayar pajak.
“Kita sudah kirim surat peringatan kemarin (Rabu, 21 Februari 2024),” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Samuel (Sammy) Pangerapan di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tahun 2024 di Batam, Kamis (22/2/2024).
Dikatakannya, ada lima platform OTA Asing yang diberi peringatan keras oleh Kominfo. “Selain Agoda juga ada lainnya, totalnya lima platform asing yang kita beri peringatan,” tegasnya.
Ditambahkannya, jika mereka tidak segera melakukan pendaftaran dan mengikuti regulasi yang ada di Indonesia maka pemerintah akan bersikap tegas. Hal ini karena aturan mainnya sudah jelas, apalagi selama ini perusahaan itu tidak memiliki alamat dan kantor yang jelas di Indonesia tetapi hanya mementingkan keuntungan semata.
“Kalau tidak ada respon ya ditutup, karena aturannya jelas,” jelasnya.
Keberadaan OTA Asing selama ini dinilai bukan menguntungkan justru malah merugikan industri pariwisata di Tanah Air.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani, mengungkapkan, travel agen asing selama ini tidak membayar pajak, malah membebankan pajak tersebut kepada hotel domestik.
“Pasa prinsipnya OTA itu dari satu sisi membantu, karena membuat lebih efisien. Tapi ada yang menjadi kendala, satu terkait dengan komisi yang relatif tinggi itu jadi beban, kedua adalah OTA asing yang tidak membayar pajak, artinya itu dibebankan ke kita (hotel),” katanya acara yang sama.
Hal ini memberatkan industri perhotelan di tengah upaya untuk bangkit kembali setelah dilanda pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih. Kondisi ini ironis karena OTA asing ‘bakar-bakar uang’ tetapi kalangan perhotelan di Indonesia malah yang dirugikan karena berbagai hal yang dibebankan, termasuk pajak.
“Kita harus menalangi pajak dari OTA asing, itu jadi bom waktu yang harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” terang dia.
Jadi, Rakernas PHRI ini akan mencarikan solusi dan menjawab kekhawatiran kehadiran OTA asing yang melakukan ‘bakar uang’, namun justru memberikan dampak minim untuk sektor pariwisata dalam negeri.
“Kita perlu mencermati dari regulasi, melindungi OTA lokal dan konsumen, kalau ada problem seperti itu (tidak bayar pajak) kan susah. Perlu waktu mudah-mudahan masalah ini bisa diselesaikan pada pemerintahan sekarang,” ujar Hariyadi.