Dominggus Oktavianus: Sebenarnya, Tak Ada Lagi Masalah Hukum
RM.id Rakyat Merdeka – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutus, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari melanggar etik. DKPP pun memberikan peringatan keras.
Komisioner KPU yang lain pun diputus melanggar etik. Yakni, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Mereka dianggap melanggar etik, karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden pada Pemilu 2024.
“Para teradu, terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito, dalam sidang etik yang disiarkan melalui kanal YouTube DKKP, Senin (5/2/2024).
Menurut para pengadu, pencalonan Gibran tidak sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
KPU, menurut mereka, seharusnya mengubah PKPU terlebih dahulu, terkait syarat usia Capres-Cawapres, setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 tahun 2023.
Dalam putusan itu, MK menambahkan ketentuan syarat dan batas usia Capres-Cawapres menjadi minimal 40 tahun, asalkan pernah dan atau sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu.
Tetapi pada praktiknya, KPU langsung mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK tersebut.
Padahal, rancangan perubahan PKPU, dapat diajukan dalam keadaan tertentu, sesuai Pasal 10 PKPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum.
Atas putusan DKPP ini, Anggota Dewan Penasihat Tim Hukum Anies-Muhaimin (AMIN), Ahmad Yani menilai, pencalonan Gibran cacat hukum.
Putusan DKPP itu, menurut Yani, membuktikan bahwa KPU melakukan kesalahan besar. Karena, saat menerima pendaftaran Gibran, PKPU-nya belum berubah, masih yang lama. “Setelah pendaftaran ditutup, baru PKPU itu diubah,” ujarnya.
Namun, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dominggus Oktavianus menganggap putusan DKPP berlebihan. Karena, menurutnya, tidak ada yang dilanggar KPU.
“Menurut kami, tidak ada kesalahan fatal yang dilakukan KPU, karena semata-mata menindaklanjuti putusan MK,” katanya.
Berikut wawancara dengan Dominggus Oktavianus mengenai putusan DKPP itu
DKPP memutus, KPU melanggar etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai Cawapres. Bagaimana Anda menyikapinya?
Menurut kami, putusan DKPP itu agak berlebihan.
Kenapa Anda menganggapnya begitu?
Karena, masalahnya kan pada saat pendaftaran itu masa reses DPR, sehingga KPU tidak punya waktu untuk melakukan konsultasi dengan DPR. Dengan waktu yang mepet, KPU harus mengeluarkan instrumen hukum untuk menindaklanjuti putusan MK.
Jadi, menurut kami, tidak ada kesalahan fatal yang dilakukan KPU, karena itu semata-mata menindaklanjuti putusan MK.
Apa dampak dari putusan DKPP ini?
Putusan DKPP ini menimbulkan kesalahpahaman dan kesalahan tafsir politik terhadap paslon kami. DKPP kurang bijak membuat putusan seperti ini. Seakan tidak mempertimbangkan dampaknya.
Apa dampaknya?
Dampak elektoral mungkin tidak terlalu signifikan, tapi kan kami ingin mencapai kemenangan yang benar-benar bermartabat, dengan usaha dan keringat.
Kami tidak ingin ada kesan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran lewat cara-cara yang tidak baik. Putusan ini seolah-olah ingin memberikan kesan seperti itu. Ini sebenarnya tidak pas, karena sudah mendekati ujung masa kampanye. DKPP membuat suatu putusan yang agak berlebihan.
Bagaimana Anda menanggapi penilaian, bahwa pencalonan Gibran tidak sah?
Secara hukum, itu sudah jelas sah. Tidak bisa dibatalkan, karena sudah ditetapkan dan sudah menjadi keputusan KPU. Sebenarnya, sudah tidak ada masalah hukum.
DKPP seharusnya lebih independen dan bijaksana dalam mengambil satu kesimpulan.
Lantas, apa yang akan dilakukan tim Prabowo-Gibran?
Belum ada. Kami masih melihat dulu perkembangannya. Belum ada tindakan lebih lanjut. Kami masih membicarakan, tindak lanjut seperti apa yang akan kami ambil. https://buerinas.com/